GAYA HIDUP SEHAT

Mengenal Penyakit Difteri

Difteri adalah suatu penyakit infeksi akut yang terjadi secara lokal pada lapisan mukosa atau kulit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium dyphtheriae. Penyakit ini biasanya terjadi pada saluran napas bagian atas (hidung dan tenggorokan) ditandai dengan terbentuknya selaput pada tempat infeksi, dan diikuti oleh gejala-gejala umum yang ditimbulkan oleh racun yang diproduksi bakteri ini. Corynebacterium dyphteriae juga dapat menimbulkan superinfeksi pada kulit, keadaan ini banyak ditemukan di daerah tropis.

Penyakit ini telah lama dikenal, dan telah banyak dilaporkan mulai tahun 1921. Menurut WHO, tercatat ada 7.097 kasus difteri yang dilaporkan di seluruh dunia pada tahun 2016. Di antara angka tersebut, Indonesia turut menyumbang 342 kasus. Sejak tahun 2011, kejadian luar biasa untuk kasus difteri menjadi masalah di Indonesia. Tercatat 3.353 kasus difteri dilaporkan dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2016 dan angka ini menempatkan Indonesia menjadi urutan ke-2 setelah India dengan jumlah kasus difteri terbanyak. Hampir 90% dari orang yang terinfeksi, tidak memiliki riwayat imunisasi difteri yang lengkap.

Penyebaran difteri dapat terjadi dengan mudah, terutama bagi orang yang tidak mendapatkan vaksin difteri. Cara penularannya antara lain:

  • Kontak langsung melalui batuk, bersin, berbicara
  • Kontak tidak langsung melalui benda-benda yang terkontaminasi
  • Sentuhan langsung pada luka borok (ulkus) akibat difteri di kulit penderita. Penularan ini umumnya terjadi pada penderita yang tinggal di lingkungan yang padat penduduk dan kebersihannya tidak terjaga.

Corynebacterium dyphtheriae akan menghasilkan racun yang akan membunuh sel-sel sehat dalam tenggorokan, sehingga akhirnya menjadi sel mati. Sel-sel yang mati inilah yang akan membentuk membran (lapisan tipis) abu-abu pada tenggorokan. Di samping itu, racun yang dihasilkan juga berpotensi menyebar dalam aliran darah dan merusak jantung, ginjal, serta sistem saraf.

Gejala penyakit difteri yang timbul tergantung kepada lokasi infeksi, imunitas penderita, dan ada/tidaknya racun difteri yang beredar dalam sirkulasi darah. Difteri umumnya memiliki masa inkubasi atau rentang waktu sejak bakteri masuk ke tubuh sampai gejala muncul 2 hingga 5 hari. Kemudian penderita akan memperlihatkan gejala seperti:

  • terbentuknya lapisan tipis berwarna abu-abu yang menutupi tenggorokan dan amandel
  • demam dan kadang-kadang menggigil
  • kerongkongan sakit dan suara parau
  • perasaan tidak enak, mual dan muntah
  • sakit kepala
  • hidung berair, berlendir, kadang-kadang bercampur darah
  • teraba benjolan dan sembab pada daerah leher.

Terkadang difteri dapat menyerang kulit dan menyebabkan luka borok yang bagian tepinya berwarna keabu-abuan.
Pengobatan difteri harus segera dilakukan untuk mencegah penyebaran sekaligus komplikasi yang serius, terutama pada penderita anak-anak. Diperkirakan 1 dari 5 penderita balita dan lansia di atas 40 tahun meninggal dunia akibat komplikasi difteri.
Jika tidak diobati dengan cepat dan tepat, racun dari bakteri difteri dapat memicu beberapa komplikasi yang berpotensi mengancam jiwa, antara lain:

  • Kesulitan bernapas
  • Peradangan otot jantung

Biasa terjadi 1-2 minggu setelah terkena penyakit. Peradangan otot jantung bisa terjadi pada 65% dari penderita difteri.

  • Kelainan sistem saraf

Bisa terjadi pada 75% dari penderita difteri yang berat. Umumnya ditandai dengan gejala suara sengau, kesulitan menelan, dan masuknya cairan ke rongga hidung sewaktu menelan.

  • Difteri hipertoksik

Penderita gelisah, pucat, mulut terbuka, tidak mau minum/makan, pembesaran kelenjar getah bening & jaringan lunak di leher, nadi cepat, tekanan darah menurun, refleks tendon otot melemah, napas cepat dan dangkal, mulut membiru, dan berakhir dengan kematian karena terjadi sumbatan saluran napas atau kegagalan jantung.
Secara keseluruhan, angka kematian penderita difteri adalah 5-10%, dengan angka kematian tertinggi pada pasien yang tidak mendapat imunisasi sempurna. Angka kematian pada pasien yang tidak diobati adalah sebesar 50%.
Cara paling efektif untuk pencegahan penyakit difteri adalah dengan vaksin. Biasanya vaksin difteri diberikan bersamaan dengan vaksin pertusis dan tetanus (DPT). Vaksin DPT termasuk dalam imunisasi wajib bagi anak-anak di Indonesia. Pemberian vaksin ini dilakukan 5 kali pada saat anak berusia 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, satu setengah tahun, dan lima tahun. Selanjutnya dapat diberikan booster pada usia 10 tahun dan 18 tahun.

* Diolah dari berbagai sumber

Artikel Lainnya

Bahaya Mengorek Telinga

Bahaya Mengorek Telinga Menjaga kebersihan badan sangatlah penting bagi kesehatan. Salah satu yang seringkali dilakukan, orang-orang membiasakan diri membersihkan liang telinga. Namun tahukah Anda bahwa kebiasaan mengorek telinga (membersihkan liang telinga) dengan cotton bud atau korek kuping sebenarnya adalah tindakan yang berbahaya? Mengorek telinga dapat berresiko menyebabkan terjadinya lubang pada gendang telinga, radang saluran telinga, infeksi telinga, bahkan ketulian. Liang...

Selengkapnya

Olah Raga pada Penderita Diabetes

Diabetes merupakan penyakit yang akan berlangsung seumur hidup. Sejak seabad lalu, seorang dokter dari dinasti Sui di Cina telah menganjurkan para penderita diabetes untuk melakukan aktivitas fisik karena dinilai dapat mengurangi risiko komplikasi terhadap jantung dan meningkatkan harapan hidup. Terbukti latihan jasmani dapat menurunkan konsentrasi HbA1c, yang cukup menjadi pedoman untuk penurunan risiko komplikasi diabetes dan kematian. Latihan jasmani pada penderita diabetes akan...

Selengkapnya